Jakarta (ANTARA) – Tokocrypto menyoroti tingkat literasi masyarakat terhadap aset digital yang dinilai masih tertinggal dan berpotensi menimbulkan risiko di tengah pertumbuhan jumlah investor aset kripto di Indonesia yang menembus 14 juta orang hingga April 2025.

CEO Tokocrypto Calvin Kizana menyatakan euforia investasi kripto harus dibarengi dengan edukasi menyeluruh agar masyarakat dapat memahami dengan baik karakteristik aset digital tersebut.

“Kami melihat antusiasme masyarakat Indonesia terhadap aset kripto terus meningkat, tetapi ini harus dibarengi dengan edukasi yang memadai. Literasi kripto yang minim berpotensi meningkatkan risiko, terutama bagi investor pemula,” ujar Calvin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Calvin menegaskan inklusi tanpa literasi hanya akan memperbesar potensi kerugian.

Ia menyebut pihaknya terus menggencarkan program edukasi ke berbagai segmen masyarakat, termasuk komunitas, kampus, hingga daerah terpencil, sebagai bagian dari upaya membangun ekosistem kripto yang sehat dan berkelanjutan.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan jumlah investor kripto Indonesia mencapai 14,16 juta orang per April 2025, naik dari 13,71 juta pada Maret.

Nilai transaksinya pun meningkat dari Rp32,45 triliun menjadi Rp35,61 triliun.

Namun, menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, belum ada data khusus yang menggambarkan indeks literasi kripto secara spesifik.

Dalam SNLIK terbaru, aset kripto mulai dimasukkan sebagai bagian dari lembaga jasa keuangan lain dalam cakupan Data Nasional Keuangan Inklusif (DNKI).

Sementara itu, indeks literasi keuangan nasional tercatat sebesar 66,64 persen, jauh tertinggal dibandingkan indeks inklusi keuangan yang mencapai 92,74 persen.

Tantangan serupa juga terjadi pada sektor keuangan syariah, yang indeks literasinya hanya 43,42 persen.

Calvin menilai untuk membangun ekosistem edukasi kripto membutuhkan sinergi berbagai pihak.

"Membangun ekosistem edukasi kripto yang kuat memerlukan kolaborasi erat antara sektor swasta, pemerintah, dan institusi pendidikan. Dengan bersinergi, berbagai pihak dapat mengembangkan program pelatihan yang relevan dan mudah diakses," tambahnya.

Tokocrypto menilai Indonesia dapat meniru pendekatan negara lain dalam meningkatkan literasi kripto.

Singapura, misalnya, melalui universitas-universitas terkemuka seperti National University of Singapore (NUS) dan Nanyang Technological University (NTU), menawarkan kursus-kursus komprehensif terkait blockchain dan kripto.

Pemerintah Singapura, melalui Monetary Authority of Singapore (MAS), juga aktif mendukung integrasi teknologi ini dalam sistem pendidikan nasional mereka.

"Sangat penting bagi Indonesia untuk belajar dari pendekatan edukasi kripto yang sukses di negara lain. Dengan jumlah investor kripto yang terus bertumbuh, kita memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa pertumbuhan ini diiringi dengan pemahaman yang mendalam mengenai aset digital," sebut Calvin.

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025