Karena beban industri rokok bukan hanya belanja pita cukai tetapi juga PPN dari penjualan rokok dari produsen maupun distributor

Surabaya (ANTARA) – Anggota DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mendukung gagasan atau ide tentang perlunya tarif cukai Golongan III untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang khusus diberikan kepada industri rokok skala kecil dengan kuota jumlah produksi per tahun yang lebih kecil dari Golongan II.

“Karena beban industri rokok bukan hanya belanja pita cukai tetapi juga PPN dari penjualan rokok dari produsen maupun distributor,” kata LaNyala di Surabaya, Jawa Timur, Kamis.

LaNyalla menuturkan langkah ini akan menekan peredaran rokok ilegal sekaligus mengurangi beban pelaku industri rokok skala kecil terutama mengenai belanja pita cukai sekaligus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari produsen maupun distributor.

Bahkan masih ada pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah provinsi dan PPh yang dibayar setiap tahun atas keuntungan perusahaan rokok yang juga harus ditanggung industri rokok skala kecil

Di sisi lain, LaNyalla menilai terjadinya penurunan daya beli masyarakat kelas menengah dan bawah yang juga menimpa perokok telah mengubah pola konsumsi konsumen dari rokok mahal ke rokok murah.

Terbentuknya segmen konsumen rokok
murah ini kemudian menjadi pasar tersendiri bagi industri hasil tembakau untuk melayani.

Ia menjelaskan persoalannya adalah tuntutan harga jual murah ke konsumen tidak berbanding dengan biaya produksi, cukai, pajak dan PPN sehingga berakibat pada munculnya rokok ilegal tanpa cukai.

Tarif cukai Golongan III SKM industri rokok skala kecil, kata LaNyalla, bisa menjadi solusi jembatan antara adanya "demand" di pasar dan penekanan peredaran rokok ilegal.

Sebab, sambungnya, rokok ilegal ini selain merugikan dari sisi penerimaan negara juga menjadi ladang praktik korupsi dan kolusi oknum tertentu dengan menjadikan sumber penerimaan gelap dan pemerasan kepada pelaku industri dan penjual.

“Hal ini menghasilkan budaya yang tidak sehat di masyarakat karena mendidik masyarakat kita menjadi penyelundup dan penyuap,” ujarnya.

LaNyalla pun tak memungkiri jika persoalan yang melingkupi industri hasil tembakau kompleks terutama banyaknya sektor yang terlibat dengan masing-masing memiliki agenda dan tujuan berbeda-beda.

"Mengelola persoalan dan isu seputar industri hasil tembakau dan perkebunan tembakau ini harus dilakukan dengan bijaksana. Harus ada keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan kesehatan,” katanya.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.