Terlalu dependensi dengan produk yang dibikin oleh bukan kita. Jadi kita tidak bisa kontrol penuh terhadap perangkat-perangkat itu.

Jakarta (ANTARA) – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkap pentingnya tiga kunci utama dalam menghadapi ancaman siber, usai lembaga ini mengatasi dua kali serangan siber kategori luar biasa, yakni distributed denial of service (DDoS) hyper volumetric dan ransomeware.

Direktur Group Sistem Informasi LPS Monang Siringoringo mengatakan bahwa keberhasilan menangkal serangan tidak hanya bergantung pada kecanggihan teknologi, melainkan pada tiga kunci tersebut, antara lain kemandirian teknologi, sense of belonging, dan sense of crisis.

“Setelah kami analisa dari banyak kejadian, termasuk di kami sendiri. Seringkali orang berpikir bahwa teknologinya kurang canggih. Padahal teknologi sebenarnya hanyalah pintu masuk bagi serangan. Akar permasalahannya, tiga clue itu,” kata Monang saat diskusi bersama media di Kantor LPS, Jakarta, Jumat.

Monang mengingatkan bahwa kemandirian teknologi merupakan fondasi utama dalam pertahanan siber nasional. Selama ini, kata dia, institusi di Indonesia masih sangat bergantung pada produk atau sistem buatan luar negeri. Hal ini sebenarnya membuka celah keamanan yang tidak dapat sepenuhnya dikendalikan sendiri.

“Terlalu dependensi dengan produk yang dibikin oleh bukan kita. Jadi kita tidak bisa kontrol penuh terhadap perangkat-perangkat itu,” ujar Monang.

LPS juga menyoroti pentingnya SDM yang bekerja di sistem IT untuk memiliki sense of belonging yang kuat terhadap sistem, data, dan tanggung jawab kelembagaan. Tanpa komitmen yang tinggi dari lini pertahanan siber, maka upaya menjaga keamanan siber hanya menjadi rutinitas administratif yang mudah ditembus oleh serangan.

Kemudian, tim IT di suatu institusi atau organisasi juga penting memiliki sense of crisis, yaitu kesadaran kritis dan kesiapsiagaan tinggi untuk merespons dengan cepat dan tepat saat menghadapi indikasi ancaman siber.

Monang mengingatkan, serangan siber seringkali datang secara tidak terduga, pola yang berubah-ubah, dan dirancang secara sistematis, sehingga tidak bisa ditangani hanya dengan pendekatan standar.

LPS sendiri menghadapi berbagai macam serangan siber dan terus memastikan seluruh sistem terproteksi dengan baik. Namun, menurut Monang, terdapat dua serangan siber yang tidak biasa.

Dalam dua minggu terakhir atau sejak 17 Juni 2025 hingga saat ini, LPS mengidentifikasi adanya serangan DDoS dengan intensitas luar biasa mencapai total 2,2 miliar serangan (hit). Puncaknya pada 25 Juni 2025, tercatat sebesar 34 juta serangan per detik dengan total traffic mencapai 960 gigabit per detik.

Monang menjelaskan, serangan tersebut berasal dari 44,6 juta IP address dari 40 negara, termasuk Indonesia, Vietnam, Jerman, Amerika Serikat, dan Belanda. Menurutnya, pola serangan yang terus berubah menunjukkan bahwa aksi ini telah dirancang dengan sistematis dan matang.

“Lima terbesar berasal dari Indonesia, Vietnam, Jerman, Amerika Serikat (AS), dan Belanda. Sebenarnya total 40 country. Jadi kalau kita blok dari satu country, dia (penyerang) bisa pindah ke country lain. Berarti, mereka sudah merencanakan dengan mantap jauh-jauh hari, sangat sistematik, sangat masif. Dan pola serangannya selalu berubah-ubah,” kata dia lagi.

Sebelumnya, pada 2022, Monang mengungkapkan bahwa LPS juga sempat menjadi target ransomware, namun berhasil mendeteksi dan menggagalkan serangan tersebut. Bahkan, tim siber LPS berhasil melacak dan membobol cloud penyimpanan pelaku untuk menghapus data-data korban lain yang telah disimpan.

Monang mengingatkan, serangan siber yang dialami LPS menjadi pengingat bahwa ancaman serupa dapat menimpa institusi manapun. Ia menekankan pentingnya seluruh pemangku kepentingan untuk serius dalam memperkuat ketahanan siber nasional.

LPS menyatakan siap untuk membagikan best practice ketahanan siber kepada institusi lain. LPS juga menyatakan komitmennya untuk membantu institusi lain yang membutuhkan, sebagai bentuk kontribusi nyata dalam menjaga kedaulatan digital nasional.

“LPS bisa diserang seperti ini, berarti tempat lain pun berpotensi bisa diserang dan kemudian operasionalnya bisa setop (ketika pertahanan siber ditembus oleh penyerang). Jadi, kita benar-benar perlu berkolaborasi untuk hal-hal seperti ini dan mesti serius,” ujar Monang pula.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.