Optimisme proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih cukup baik antara lain percepatan belanja dan stimulus ekonomi pemerintah, diharapkan dapat menarik minat investasi ke domestik dan meningkatkan permintaan kredit

Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa kebutuhan kredit usaha tetap lebih tinggi dibandingkan dengan keinginan masyarakat untuk menyimpan dana di bank, di tengah pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) yang sama-sama mengalami perlambatan.

Berdasarkan data terakhir per April 2025, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 8,88 persen year on year (yoy), lebih rendah dibandingkan April 2024 yang sebesar 13,09 persen yoy. Sedangkan DPK per April 2025 tumbuh 4,55 persen yoy, melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 8,21 persen yoy.

“Optimisme proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih cukup baik antara lain percepatan belanja dan stimulus ekonomi pemerintah, diharapkan dapat menarik minat investasi ke domestik dan meningkatkan permintaan kredit,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam jawaban tertulis di Jakarta, Jumat.

Dian menjelaskan, tingginya ketidakpastian global yang antara lain disebabkan lambannya laju penurunan suku bunga acuan khususnya Fed Fund Rate atau suku bunga acuan bank sentral AS, eskalasi trade war melalui kebijakan pengenaan tarif impor oleh AS, serta dinamika konflik geopolitik yang masih terjadi di beberapa kawasan, memang sedikit banyak telah memengaruhi ekonomi global maupun domestik.

Hingga akhir-akhir ini, salah satu dampak yang terlihat adalah kecenderungan para investor untuk mengalihkan investasi ke aset yang dianggap lebih aman (safe haven asset) atau investasi di sektor yang dinilai telah stabil meskipun dengan imbal hasil yang tidak terlalu tinggi.

Di tengah dinamika global tersebut, Dian mencatat bahwa kinerja penyaluran kredit nasional tetap tumbuh pada April 2025 meskipun melambat dibandingkan periode yang sama 2024.

Selain itu, risiko kredit perbankan tetap terjaga dengan baik yang tecermin dari rasio non-performing loan (NPL) di bawah 3 persen serta tren coverage Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang relatif stabil.

Di sisi lain, kondisi likuiditas perbankan masih cukup terjaga. Kondisi demikian mengindikasikan bahwa pada dasarnya perbankan masih memiliki ruang untuk melanjutkan penyaluran kredit.

Untuk mengukur ketahanan bank dalam menghadapi berbagai potensi shocks makro ekonomi, OJK secara rutin melakukan stress test untuk mengevaluasi ketahanan perbankan Indonesia.

Di sisi lain, bank juga melakukan stress test secara mandiri baik menggunakan skenario dan asumsi sendiri maupun yang disiapkan oleh otoritas, dalam hal ini OJK dan Bank Indonesia.

“Baik hasil stress test OJK maupun hasil stress test mandiri oleh perbankan menunjukkan bahwa tingkat permodalan perbankan saat ini masih sangat memadai untuk menghadapi risiko yang disebabkan oleh perubahan signifikan dalam kondisi makro ekonomi Indonesia, antara lain perlambatan pertumbuhan ekonomi, perubahan nilai tukar, maupun penurunan nilai surat-surat berharga,” kata Dian.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2025